Pemeriksaan terhadap fungsi hati
secara umum meliputi, SGOT (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau Alanine
aminotransferase (ALT), SGPT (Serum
Glutamic Piruvic Transaminase) atau Aspartarte
aminotransferase (AST), Alkaline phosphatase (ALP), Gamma glutamyl transferase (GGT),
Bilirubin, Albumin, Massa Prothrombin (PT), dan International Normalised Ratio (INR). Masing – masing pemeriksaan
ini menjadi petunjuk atau indikator untuk mengetahui apakah ada masalah pada
fungsi hati atau tidak. Masing – masing pemeriksaan tersebut juga memiliki
fungsi sendiri – sendiri, diantaranya :
1.
Aspartarte
aminotransferase (AST) dan Alanine
aminotransferase (ALT)
Pemeriksaan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau Aspartarte aminotransferase (AST) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) atau Alanine aminotransferase (ALT) bertujuan untuk mengetahui inflamasi
yang terjadi dalam tubuh. Angka yang tinggi biasanya menjadi indikasi adanya
gangguan hati.
SGOT
juga dikenal sebagai Aspartat
transaminase (AST) atau aspartat
aminotransferase, serta juga dikenal sebagai Aspat / ASAT / AAT. SGOT
mengkatalisis transfer reversibel dari kelompok α-amino antara aspartat dan
glutamat, sehingga SGOT menjadi enzim penting dalam metabolisme asam amino.
SGOT ditemukan dalam hati, jantung, otot rangka, ginjal, otak, dan sel-sel
darah merah, serta umumnya diukur secara klinis sebagai penanda untuk kesehatan
hati. SGOT berperan sebagai kofaktor untuk mentransfer gugus amino dari
aspartat atau glutamat untuk yang sesuai asam keton. Enzim ini berperan sangat
penting pada proses degradasi dan biosintesis asam amino. Dalam degradasi asam
amino, setelah konversi α-ketoglutarat untuk glutamat, glutamat kemudian
mengalami deaminasi oksidatif untuk membentuk amonium ion yang diekskresikan
sebagai urea. Dalam reaksi balik, aspartat dapat disintesis dari oksaloasetat
yang merupakan perantara kunci dalam siklus asam sitrat (Berg, et al., 2006).
Pada
manusia terdapat dua isoenzim SGOT, yaitu GOT 1/Cast merupakan isoenzim sitosol yang terutama berasal dari sel-sel
darah merah dan jantung dan GOT 2/Mast,
isoenzim mitokondria yang hadir terutama di hati. SGOT mirip dengan SGPT dalam
kedua enzim yang berhubungan dengan hati parenkim sel. Perbedaannya adalah
bahwa SGPT ditemukan terutama di hati, dengan jumlah klinis diabaikan ditemukan
di ginjal, jantung, dan otot rangka, sedangkan SGOT ditemukan dalam hati,
jantung (otot jantung), otot rangka, ginjal, otak, dan merah sel-sel darah.
Oleh karena itu, SGPT adalah indikator yang lebih spesifik pada peradangan hati
daripada SGOT. SGOT mungkin meningkat juga dalam penyakit yang mempengaruhi
organ-organ lain, seperti infark miokard, pankreatitis akut, anemia hemolitik
akut, luka bakar parah, penyakit ginjal akut, penyakit muskuloskeletal, dan
trauma. SGOT didefinisikan sebagai penanda biokimia untuk diagnosis infark
miokard akut pada tahun 1954. Namun, penggunaan SGOT untuk diagnosis seperti
sekarang berlebihan dan telah digantikan oleh troponin jantung (Gaze, 2007).
Tingkat SGOT
juga dapat meningkat setelah terjadi luka bakar, prosedur jantung, dan operasi.
Namun perlu diperhatikan juga bahwa nilai SGOT dapat meningkat selama kehamilan
dan setelah latihan (Dugdale, 2013). Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai
SGOT adalah antibiotik, narkotik, vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A),
antihipertensi (metildopa [Aldoment], guanetidin), teofilin, golongan
digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indocin), isoniazid
(INH), rifampisin, kontrasepsi oral, salisilat, injeksi intramuskular (IM).
Di antara enzim
SGOT dan SGPT, enzim SGPT dianggap lebih spesifik untuk kerusakan hati karena
hadir terutama dalam sitosol hati dan dalam konsentrasi rendah di tempat lain. Meskipun
tingkat SGOT dan SGPT bisa sangat tinggi (melebihi 2.000 U/l dalam kasus cedera
dan nekrosis hepatosit yang berhubungan dengan obat-obatan, racun, iskemia, dan
hepatitis), ketinggian kurang dari lima kali batas atas normal (sekitar 250 U/l
ke bawah) jauh lebih umum terjadi. Pasien dengan nilai SGOT dan SGPT yang normal
dapat mempunyai arti bahwa terdapat penyakit hati yang signifikan dalam
pengaturan cedera hepatosit kronis (misalnya, sirosis, hepatitis C).
Konsentrasi SGOT yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika terjadi cedera
selular, kemudian dalam jumlah yang banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada
penyakit hati, kadar SGOT dalam serum akan meningkat sepuluh kali atau lebih
dan tetap demikian dalam jangka waktu yang lama. Pasien dengan penyakit hati
alkoholik mempunyai tingkat-tingkat enzim yang tidak setinggi tingkat-tingkat
yang dicapai dengan virus hepatitis akut dan SGOT cenderung berada di atas
SGPT. Pada penyakit hati alkoholik, SGOT biasanya berada dibawah 300 U/l,
dimana SGPT biasanya di bawah 100 U/l (Kee, 2007).
Bila
otot jantung menderita kerusakan oleh iskemia, SGOT dalam serum akan meningkat
setelah 6-8 jam, puncak kadar dicapai antara 24-48 jam, sedangkan pemulihan
kepada kadar normal terjadi antara 72-96 jam. Peningkatan SGOT tidak dapat
dipakai sebagai satu-satunya indikator enzimatik untuk adanya infark miokard
karena SGOT meningkat juga pada kondisi-kondisi lain yang perlu ikut
dipertimbangkan dalam diagnosis banding serangan jantung.
Tabel
1. Kondisi-kondisi yang meningkatkan nilai SGOT
Peningkatan tegas (5 atau lebih kali nilai
normal)
Kerusakan hepatoseluler akut
Infark miokard
Kolaps sirkulasi
Pankreatitis akut
Mononukleus infeksiosa
Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal)
Obstruksi saluran empedu
Aritmia jantung
Gagal jantung kongestif
Tumor hati (metastasis atau primer)
Distrophia
muscularis
Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal)
Perikarditis
Sirosis
Infark paru
Delirium
tremeus
Cerebrovascular accident
(Widmann, 2004)
Enzim SGPT digunakan untuk membedakan antara penyebab kerusakan hati
atau ikterik hemolitik. Pada ikterik, kadar SGPT yang berasal dari hati
nilainya lebih dari 300 U/l, sedangkan yang bukan berasal dari hati kadar SGPT
kurang dari 300 U/l. Kadar SGPT serum biasanya meningkat
sebelum tampak ikterik (Kee,
2007).
Kadar SGPT seringkali dibandingkan dengan SGOT untuk tujuan
diagnostik. Kadar SGPT serum meningkat lebih khas daripada SGOT pada kasus
nekrosis hati dan hepatitis akut. Kadar SGPT ditemukan dalam kisaran normal
atau sedikit meningkat pada kasus nekrosis miokardium. Pada kasus hati, kadar
enzim SGPT lebih lambat daripada enzim SGOT untuk kembali ke batas normal (Kee,
2007).
2.
Alkaline phosphatase (ALP)
Pemeriksaan alkaline phosphatase (ALP) bertujuan untuk mengetahui apakah ada sumbatan pada saluran empedu.
Pemeriksaan alkaline phosphatase (ALP) bertujuan untuk mengetahui apakah ada sumbatan pada saluran empedu.
3. Gamma glutamyl transferase (GGT)
Pemeriksaan gamma glutamyl transferase (GGT) bertujuan sebagai indikator untuk para pengguna alkhohol. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan ALP untuk meyakinkan bahwa kenaikan angka ALP disebabkan karena adanya masalah pada hati bukan karena faktor lain.
Pemeriksaan gamma glutamyl transferase (GGT) bertujuan sebagai indikator untuk para pengguna alkhohol. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan ALP untuk meyakinkan bahwa kenaikan angka ALP disebabkan karena adanya masalah pada hati bukan karena faktor lain.
4. Bilirubin
Pemeriksaan
bilirubin bertujuan untuk mengetahui kadar penyakit kuning karena gangguan
hati. Angka yang tinggi menggambarkan bahwa pasien mengalami gangguan hati yang
biasa ditandai dengan mata dan kulit berwarna kuning.
5. Albumin
Pemeriksaan
albumin bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar albumin yang biasa terjadi
pada penyakit hati kronik. Namun, penurunan albumin bisa juga disebabkan karena
kekurangan protein.
6. Massa
Prothrombin (PT) dan International Normalised Ratio (INR) Pemeriksaan massa prothrombin (PT)
dan international normalised ratio
(INR) bertujuan sebagai indikasi apakah penyakit hati semakin buruk atau tidak.
Peningkatan angka ini menunjukkan penyakit kronik menjadi semakin buruk.
7. Pemeriksaan Laboratorium
Faktor
pra-analitik untuk pemeriksaan enzim SGOT di laboratorium yang perlu
diperhatikan antara lain pengambilan spesimen darah dan persiapan reagen serta
alat yang digunakan. Pengambilan spesimen harus memperhatikan kemungkinan
terjadinya hemolisis. Darah diambil dan ditampung pada tabung tanpa
antikoagulan (plain) kemudian
dilakukan pemusingan untuk mendapatkan serum. Hemolisis perlu dihindari karena
dapat mempengaruhi temuan laboratorium. SGOT terdapat pada sel-sel darah merah,
sehingga apabila terjadi hemolisis akan terjadi peningkatan kadar SGOT yang
keluar dari sel darah merah (Kee, 2007).
Reagen yang digunakan untuk pemeriksaan
metode enzimatik perlu dijaga kestabilannya. Reaksi enzimatik dipengaruhi
konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu, pH, dan inhibitor. Faktor
analitik perlu diperhatikan pada saat pemeriksaan seperti suhu dan reaksi yang
terjadi pada alat yang digunakan. Kestabilan faktor tersebut dapat dijaga
dengan persiapan reagen serta alat yang benar. Persiapan reagen yang dilakukan
yaitu pencampuran reagen 1 (buffer)
dan reagen 2 (substrat) dengan
perbandingan 4:1. Reagen dapat stabil pada suhu ruang, tetapi reaksi
berlangsung pada suhu 37oC yang sudah otomatis disesuaikan pada alat
yang digunakan.
Kadar
SGOT ditentukan dengan menggunakan metode kinetik enzimatik. Prinsip dari
pemeriksaan ini adalah 2-oxaloglutarat dan L-alanin dengan enzim GPT
menghasilkan L-glutamat dan piruvat, kemudian piruvat ditambah NADH dan
hidrogen dengan enzim LDH akan menghasilkan L-laktat dan NAD. Nilai normal
untuk enzim SGOT adalah 0-25 U/l pada pria dan 0-21 U/l pada wanita, sedangkan
nilai normal untuk SGPT adalah 0-29 U/l pada pria dan 0-22 U/l pada wanita (Rajawali
Nusindo, 2008). Faktor post-analitik yang perlu diperhatikan adalah pencatatan
dan pelaporan hasil. Pelaporan hasil juga harus diperhatikan terhadap nilai
normal.
Aktivitas enzim SGPT
dan SGOT digunakan dalam praktik klinik sebagai indeks yang sensitif untuk
kerusakan hepatosit akut tanpa memandang etiologinya. Pemeriksaan ini non-spesifik
untuk kerusakan hepatosit. Pada umumnya nilai SGPT yang agak
lebih tinggi karena berada pada sitoplasma daripada SGOT yang berada pada
sitoplasma dan mitokondria, ditemukan pada penyakit hepar akut. Kerusakan
hipersensitifitas sel hati yang berhubungan dengan obat-obatan mungkin akan memperlihatkan
peningkatan nilai transaminase yang kontinu pada pemeriksaan yang berulang (Baron,
1990).
Perbedaan kedua enzim
tersebut adalah bahwa SGPT ditemukan terutama di hati, dengan jumlah klinis
diabaikan ditemukan di ginjal, jantung, dan otot rangka, sedangkan SGOT
ditemukan dalam hati, jantung (otot jantung), otot rangka, ginjal, otak, dan
merah sel-sel darah. Oleh karena itu, SGPT adalah indikator yang lebih spesifik
pada peradangan hati daripada SGOT. SGOT mungkin meningkat juga dalam penyakit
yang mempengaruhi organ-organ lain, seperti infark miokard, pankreatitis akut,
anemia hemolitik akut, luka bakar parah, penyakit ginjal akut, penyakit
muskuloskeletal, dan trauma.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kadar SGOT antara lain (Kee, 2007):
1.
Injeksi pada
infark miokardium (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT serum.
2.
Hemolisis
spesimen darah dapat mempengaruhi temuan laboratorium.
3.
Obat yang
meningkatkan kadar SGOT adalah antibiotik (ampisilin, karbenisilin,
klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin,
oksasilin, polisilin, tetrasiklin), antihipertensi (metildopa/aldomet,
guanetidin), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, teofilin.
Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.
Menurut Suartini
(2013), pada penyakit jantung koroner (PJK) dapat diketahui dari nilai enzim
jantung yang dua kali dari nilai normal. Pemeriksaan enzim jantung yang dapat
dilakukan antara lain Creatine Kinase (CK), SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan
meningkat kadarnya pada infark miokard, sedangkan pada angina kadarnya masih
normal.
Faktor pra analitik,
analitik maupun post analitik perlu diperhatikan dalam pemeriksaan aktivitas
enzim ini. Faktor ini perlu diperhatikan karena aktivitas enzim banyak
dipengaruhi oleh suhu, substrat, waktu, dan konsentrasi dari zat yang diubah.
Dalam kasus ini, faktor-faktor di atas diduga telah dikendalikan dengan baik.
Hemolisis dapat dihindari mulai dari pengambilan sampel hingga pemisahan serum
dari sel-sel darah setelah dicentrifuge. Reagen yang digunakan telah
dikalibrasi dengan alat TMS Analyzer yang berada di
Rumah Sakit Orthopedi. Quality
Control dilakukan setiap hari sebelum pemeriksaan dilakukan.
Nilai enzim yang
meningkat dari nilai normal pada kasus ini dapat disebabkan dari berbagai macam
keadaan yang berasal dari pasien. Nilai SGOT yang meningkat dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti yang tercantum pada Tabel 1.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2008. Insert Kit GOT (ASAT). Jakarta: PT. Rajawali Nusindo. Cat no.
100191/3.
Baron D.N., 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik Ed. 4.
Jakarta: EGC. hlm 222.
Berg J.M., Tymoczko J.L., Stryer L.,
2006. Biochemistry. WH Freeman. hlm 656-660.
ISBN 978-0-7167-8724-2.
Dugdale D.C., 2013. AST. University of Washington School of
Medicine. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003472.htm
diakses 6 Mei 2014 pukul 21:30
WIB.
Dispenarmabar., 2013. Periksa Fungsi Hati Anda. Pesan Sehat RS
TNI AL Dr. Minto Hardjo.
http://koarmabar.tnial.mil.id/Default.aspx?tabid=66&articleId=793&articleType=ArticleView&SkinSrc=[G]Skins%2F_default%2FNo+Skin&ContainerSrc=[G]Containers%2F_default%2FNo+Container
diakses 9 Mei 2014 pukul 19:39 WIB.
Gaze D.C., 2007. Peran
biomarker jantung yang ada dan baru untuk cardioprotection. Opini Lancar Investigational
Obat 8 (9): 711 PMID 17729182.
http://en.wikipedia.org/wiki/Aspartate_transaminase
diakses 6 Mei 2014 pukul 21:37 WIB.
Kee J.L., 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan
Diagnostik Ed. 6. Jakarta: EGC. hlm 15, 16.
Sacher R.A., 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Ed. 11 . Jakarta: EGC. hlm 341.
Suartini N.K., 2013. Mengenali Gejala Penyakit Jantung Koroner.
Bali. http://posbali.com/mengenal-gajala-penyakit-jantung-koroner/ diakses
9 Mei 2014 pukul 19:35 WIB.
Widmann
F.K., 2004. Tinjauan Klinis atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Ed. 11 (Clinical Interpretation of Laboratory Tests).
Jakarta: EGC. ISBN 979-448-075-4. hlm 303-305.